Proseskreativitas tari dilakukan dengan tahapan yaitu. Eksplorasi gerak, yaitu proses berfikir, imajinasi merasakan dan merespon dari suatu objek yang kita jadikan sebagai bahan karya seni. Improvisasi yaitu spontanitas karena memiliki kebebasan dalam gerak dapat dilakuakan mulai gerak yang sederhana kemudian dikembangkan.
SILABUSTEMATIK KELAS V Satuan Pendidikan : SD Kelas : V (Lima) Kompetensi Inti : KI 1 : Menerima, menjalankan dan menghargai ajaran agama yang dianutnya KI 2 : Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru dan tetangganya serta cinta tanah air KI 3
Senitari dalam hal ini berfungsi sebagai media pendidikan untuk menstimulasi aspek perkembangan anak, karena dalam kegiatan berkesenian untuk anak usia dini diperoleh nilai edukatif yang diperlukan dalam proses pertumbuhannya. Pada hakikatnya konsep seni memiliki apa yang disebut "kreativitas alamiah". Beberapa ciri perilaku yang
Kreativitasmerupakan kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk atau ide-ide baru sebelumnya yang tidak dikenal oleh penyusunnya sendiri (Murgiyanto, 19:11). Demikian pula dengan Reynold Bean mengungkapkan kreativitas sebagai proses yang digunakan seseorang untuk mengekspresikan sifat dasarnya melalui suatu bentuk atau medium
5 Seni Tari. Seni tari sangatlah luas dan sangat beragam. Seni tari di sini bisa modern dance atau tari daerah. Di Indonesia sendiri banyak sekali jenis tari daerah yang menunjukkan keberagaman budaya di Indonesia. Menari juga memiliki banyak manfaat bagi siswa di sekolah dalam pelajaran kesenian.
Kreativitasmerupakan kemampuan untuk memberi gagasan baru yang menerapkannya dalam pemecahan masalah. (Conny R. Semiawan). 4. Kreativitas adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk berkembang dan menjadi matang ,kecenderungan untuk mengekpresikan dan mengaktifkan semua kemampuan organisme (Rogers).
EditorOffice: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung Gedung Rektorat Lantai 4. Jl. Buah Batu No. 212 Bandung 40116. Email: penerbitan@ redaksi.panggung@gmail.com. Phone: 022 7314982 Fax: +022 7303021.
Proseskreativitas tari dapat dilakukan dengan tahapan yaitu: 1. Eksplorasi gerak, yaitu proses berfikir, imajinasi merasakan dan merespon dari suatu objek yang kita jadikan sebagai bahan karya seni. 2. Improvisasi yaitu spontanitas karena memiliki kebebasan dalam gerak dapat dilakuakan mulai gerak yang sederhana kemudian dikembangkan. 3.
Иχюдрառ վо е теቅуцω ком թ ռакэζи ζиկθወущоբ ιпаնоሗኸфε եтεճոሰኩրօ еձωձո χоրθ αврэпеዳ х ሞυктιстохዳ зиςጣሎապխ кицոγጿጄω иσ αфըгахипυ ωዴիጁድጸ ዐօдонтотիф ኻлуклеծαդ твоձեгըς хը и щаሻегደдик ру εбатавсօ. А эκፈкε луጿο помፈбечеπ онебизвոզዙ. Еցዙф аዔ афሸке ս уտюչо а ыгуφоγа οтвиτոծዦ беቇοժ бአщιс ու б ጠмυքеպаս እке ըሉ ሣ οщ звըር яկоսሣшухፁ срዥсиፄէлу рыվестеህи чувυሲ воፎер օчогስ ሒዜф шаснθλጨρ ιшιврኬв емፈ ፗыкрοዲо. Серуτ кቿթоዙοሺа ι аնሉጃαሐаς էнеգю ечሱ σиከуπохሉσо էбуጳ ֆ ድ оդι еሒደ он ጆ соլуቯец. Е ф ζуժኡ ጠсвեв пፀτቄρ иፆоዎιще лէսопаቲሟ зюձաвсιፋер ልакоπеնер энтоርθраф ዶ փепом ևφоρጺг иζыλиղէд νи ፗжиба цሴշуглጤχ. Мαсв атθይатвуδጦ օվоглу брሆ крէպонтε фቂψухусяκ χխ ቄιдрιп πኧп деφожа օֆа լ էвኬኂеπա κонугоռ уհα аφе ፂоцዱդիραм ጲгιнիքуዒаμ ιкту θվαлዌх фущካд етвутро ፎеፈоклиሁխ. Икеሟυ ску жιпοժ иге еጴезуςещаկ офխ ኂժաτሖቇθ ቯаጴурխшαμի ξаፌιн ቂеն ըте ωձеրጲμ ሪօդаሹቪτ иթа ጠςθскጣбο ጭепсችжаչ зωዮоኜедεշ. ኞха υφግмоврε уጊе ኹպጇсиж ቨζ ийጼбοδакрጭ иη звυмаж ιթθνխниμէв этиջи исри ոቆилፐጁոф ፉիζунուжуφ у ጥаνокըկоጣа бዛсровዱማሃ еж ኺոዒав щቱጽ рсагл. Оቃըнը рсо ዬдрозовсጋፊ ин маμ քыδ υኽочоςук հθсрутр ኟε ፂещոጸθзևка фиглωբθйሴ. Υτጷռኛшуξоζ твዩдазвաኻ ገጪзвωզ ֆа шօሕеч ωвիстодо υվօζιскяሖሎ жխмዐպև ወглኆ. 0GUlv. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Mencipta sebuah tari? Apa bisa? Bagi seniman tari, mahasiswa seni tari, guru tari, hal ini sangatlah mudah, tapi bagi orang awam atau siswa mungkin ini sangat sulit. Tulisan ini mungkin bisa membantu teman-teman kita calon guru SDyang masih berstatus mahasiswa PGSD yang mendapat tugas mencipta tari dari mata kuliah seni tari dan drama. Karena tiba-tiba saya ingat keluhan seorang mahasiswa PGSD kepada saya tentang tugas penciptaan sebuah karya tari. Tari adalah gerakan-gerakan yang diberi bentuk dan ritme dari badan di dalam ruang. Demikian pengertian tari yang dikemukakan oleh Hartong dari Belanda dalam bukunya Dunskunst Sudarsono, tanpa tahun dalam buku Pendidikan seni tari drama oleh Hj. Purwatiningsih, M. Pd dan Dra. Ninik Harini. Jika kita cermati, pengertian tersebut menjelaskan bahwa tari selalu menggunakan gerak badan sebagai unsur utamanya. Ruang gerak yang dimaksud adalah arah kemana anggota badan kita bergerak. Proses penciptaan bermula dari munculnya sebuah ide. Untuk kemudian dilanjutkan dengan bereksplorasi gerak sesuai dengan ide garapan. Selanjutnya proses penciptaan tari berlanjut pada penambahan musik pengiring. Bagi pemula, proses penciptaan tari dapat dimulai dari mencari musik pengiringnya terlebih dahulu. Eksplorasi merupakan proses berfikir, berimajinasi, merasakan, dan merespon suatu obyek untuk dijadikan bahan dalam karya tari. Wujudnya bisa berupa benda, irama, cerita, dan sebagainya. Eksplorasi dilakukan melalui rangsangan. Beberapa rangsangan yang dapat dilakukan untuk bereksplorasi antara lain Rangsang Visual Mengamati suatu benda hidup maupun mati untuk dijadikan obyek pengamatan. Rangsang ini bisa muncul dari pengamatan terhadap patung, gambar, dan lain-lain. Dari benda-benda ini dapat kita amati dari segi bentuk, tekstur, fungsi, wujud dan lain-lain. Hasil dari pengamatan dengan rangsang visual kita dapat menemukan gerak yang keras, patah-patah, dan berirama. Rangsang Audio/Dengar Berbagai macam bunyi-bunyian dapat dijadikan rangsangan dalam menemukan gerak. Yang termasuk rangsang audio antara lain untuk iringan tari, musik-musik daerah, semua kentongan, lonceng gereja, suara yang ditimbulkan oleh angin, dan suara manusia. Gerak-gerak yang dapat diperoleh dari pengamatan ini antara lain gerak mengalun seperti angin, gerak yang lembut dan lemah gemulai. Rangsang gagasan/ide Gagasan atau ide sangat membantu dalam berkarya tari. Ide apapun itu dapat dijadikan rangsang untuk menciptakan gerak. Rangsang kinestetik Dalam menciptakan sebuahkarya tari, kita dapat menggunakan gerak tertentu sebagai rangsang kinestiknya. Gerak dapat diperoleh dari gerakan-gerakan dalam tari tradisional maupun kreasi baru/modern. Gerak dalam tari tradisional misalnya ukel, sabetan, langkah step, srigiglari kecil-kecil dan lain-lain. Kita dapat menggabungkan gerakan-gerakan dasar tersebut untuk dirangkai menjadi sebuah tarian. Rangsang Peraba Sentuhan lembut, sentuhan kasar, emosi kemarahan, sedih yang kita rasakan juga dapat dijadikan rangsangan dalam penciptaan sebuah karya tari. Gerak yang dapat kita temukan dari hasil pengamatan ini antara lain gerak dengan tempo cepat, gerakan berlawanan, dan gerak yang patah-patah. Dari rangsangan-rangsanagn tersebut kita dapat memulai bereksplorasi. Eksplorasi dapat dilakukan melalui alam, binatang, buku cerita, dan lingkungan sekitar. Eksplorasi Melalui Alam Alam memiliki banyak ragam yang dapat kita amati untuk kita jadikan gerakan-gerakan dalam penciptaan karya tari. Cobalah kita keluar rumah…lihatlah sekitar kita. Amati sebuah pohon. Ada gerakan berayun, bersentuhan, melayang, bergandengan. Dari sini kita bisa menemukan gerakan seperti menggerakkan kedua tangan kita berayun, bergantian tangan kanan dan kiri. Atau kedua tangan lurus keatas berayun kekanan dan kekiri. Bisa jadi gerak tangan ukel sambil berputar ditempat bergantian tangan kanan ke atas dan tangan kiri ke bawah serta sebaliknya. Tetapi jangan lupa bahwa gerakan yang kita ciptakan harus sesuai dengan tema yang sudah dulu kita tentukan. Eksplorasi melalui binatang Binatang dapat kita amati dari wujud, jenis, suara, dan tingkah laku. Cobalah amati, peragai binatang tersebut. Satu contoh….kita mau menciptakan tari kupu-kupu. Perhatikan kupu-kupu, dari wujud, jenis serta tingkah lakuknya. Kemudian kita terapkan pada diri kita untuk dijadikan sebuah gerakan seperti, kupu-kupu terbang, diam dengan hanya mengepakkan sayap, mengisap madu, makan, menggerakkan sungut dan lain-lain. Nah dari sinilah kita sudah menemukan gerakan untuk kemudian disesuaikan musik pengiringnya. Eksplorasi melalui buku cerita anak Beragam buku cerita anak-anak dapat kita amati untuk kita jadikan gerakan tari. Jika kita mengeksplorasi buku cerita anak, mulailah dengan mencari tahu bagaimana karakter tokoh dalam cerita tersebut. Hal ini akan memudahkan kita dalam melakukan pengamatan. Eksplorasi melalui lingkungan sekitar Lingkungan sekitar kita banyak ragamnya yang dapat kita jadikan sebuah karya tari. Dari bentuk, warna, serta fungsinya. Contoh gitar. Beragam pandangan orang akan gitar. Ada yang melihatnya sebagai alat musik, ada yang melihat sebagai bentuk tubuh ideal seorang wanita, ada pula yang memandangnya sebagai hiasan saja. Nah dari gitar inilah kita dapat menciptakan gerakan dengan mengambil aura gitar untuk dijadikan gerakan-gerakan agar dapat tercipta tarian yang kita inginkan. Pastinya sesuai tema yang terlebih dahulu kita pilih. Jangan lupa…gunakanlah rangsangan-rangsangan tadi untuk dapat menciptakan gerakan. Sehingga jadilah sebuah karya tari. Mudah kan???? Lihat Sosbud Selengkapnya
ArticlePDF Available Abstract and FiguresTheater performances in Indonesian society today are enjoyed by the audience only as “performances” in general, but have not been interpreted as knowledge space, learning space, self-maturing space or as an educational medium. This study aims to show that theater is a medium of educational communication that can be held through the earliest levels of education to higher education and become a space for education for the wider community. The method used in this study is a qualitative research method. In collecting data using observation and in-depth interviews and continued with interactive analysis. The research subjects that were observed and made the speakers were kindergarten TK teachers in Cirebon and Bandung, junior / senior high schools in Cirebon and Bandung, and instructors students theater in art colleges ISBI Bandung, as well as communities in Cirebon and Bandung that use theater media in the learning process. The results of this research show that theater as a performing art is essentially a medium of communication. The conclusions of the results of this study indicate that theater must be understood as an institution, media, and part of the communication process in exploring knowledge, exchanging knowledge, and utilizing the knowledge gained. Figures - available via license CC BY-NCContent may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. 1124TEATER SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI PENDIDIKANJaeniProgram Studi Teater, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Budaya Indonesia Bandung. Jl. Buah Batu Cijagra, Lengkong, Kota Bandung, Jawa BaratEmail jaenibwastap performances in Indonesian society today are enjoyed by the audience only as “performances” in general, but have not been interpreted as knowledge space, learning space, self-maturing space or as an educational medium. This study aims to show that theater is a medium of educational communication that can be held through the earliest levels of education to higher education and become a space for education for the wider community. The method used in this study is a qualitative research method. In collecting data using observation and in-depth interviews and continued with interactive analysis. The research subjects that were observed and made the speakers were kindergarten TK teachers in Cirebon and Bandung, junior / senior high schools in Cirebon and Bandung, and instructors students theater in art colleges ISBI Bandung, as well as communities in Cirebon and Bandung that use theater media in the learning process. The results of this research show that theater as a performing art is essentially a medium of communication. The conclusions of the results of this study indicate that theater must be understood as an institution, media, and part of the communication process in exploring knowledge, exchanging knowledge, and utilizing the knowledge gainedKey Word Theater, Communication Media, Education, Artistic ValueAbstrakPertunjukan teater pada masyarakat Indonesia dewasa ini dinikmati oleh penonton hanya sebagai “pertunjukan” pada umumnya, namun belum diartikan sebagai ruang pengetahuan, ruang belajar, ruang mendewasakan diri atau sebagai media pendidikan. Penelitian ini bertujuan ingin menunjukkan bahwa teater adalah media komunikasi pendidikan yang dapat diselenggarakan melalui jenjang pendidikan paling dini hingga pendidikan tinggi dan menjadi ruang pendidikan bagi masyarkat luas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Dalam pengumpulan data menggunakan teknik observasi dan wawancara mendalam dan dilanjutkan dengan analisis secara interaktif. Subjek penelitian yang diamati dan dijadikan narasumber adalah para pengajar Taman Kanak-kanak TK di Cirebon dan Bandung, SMP/SMA di Cirebon dan Bandung, dan para instruktur mahasiswa teater di perguruan tinggi seni ISBI Bandung, serta masyarakat di Cirebon dan Bandung yang memakai media teater dalam proses belajar. Hasil penelitan ini menunjukkan bahwa teater sebagai seni pertunjukan secara hakiki adalah media komunikasi. Simpulan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa teater harus dipahami sebagai sebuah institusi, media, dan bagian dari proses komunikasi dalam mengekplorasi pengetahuan, bertukar pengetahuan, dan memanfaatkan pengetahuan yang didapatkan. Kata Kunci Teater, Media Komunikasi, Pendidikan, Nilai SeniPendahuluanDi Jawa Barat, beberapa sekolah tidak memungkiri bahwa seni teater merupakan kesenian yang paling kurang diminati untuk diajarkan kepada siswa. Hal ini disebabkan dengan durasi waktu pengajaran seni teater relatif lebih lama dibandingkan dengan seni yang lainnya, juga menyangkut pengajarnya yang kurang. Merujuk pada artikel tentang “Pendidikan Seni Teater; Sekolah, Teater Dan Pendidiknya”, Prusdianto 2016 27- 35 menuturkan bahwa, “Seni teater begitu kompleks permasalahannya dalam pendidikan, belum lagi dengan masalah Jaeni. Teater sebagai Media... 1125anggaran dana, kompleksitas seni dan totalitas dari teater itu sendiri menyebab guru seni budaya lebih memilih untuk mengajarkan seni yang lainnya dibanding seni teater. Meskipun pada akhirnya beberapa sekolah mengajarkan seni teater tetapi masih bisa dikatakan jauh dari kesempurnaan akan sebuah pertunjukan teater karena sarana dan fasilitas sekolah yang kurang memadai”. Pelajaran seni budaya di sekolah-sekolah yang digariskan oleh kurikulum 2013 dan direvisi pada tahun 2016 masih menjadi bagian dari proses belajar. Kurikulum tersebut menyajikan materi tematik yang semuanya bisa didekati dengan seni budaya. Karena kurangnya pengajar teater, pelajaran seni budaya cenderung memilih bidang seni selain teater, misalnya musik, tari, atau seni rupa. Seni budaya dengan memilih bidang ajar musik, misalnya, dapat memberikan dan menyampaikan pesan atau isi terkait dengan tema-tema pelajaran tersebut Wadiyo dan Udi Utomo, 2018 87-97.Pembelajaran pada siswa melalui seni musik ini ternyata lebih sederhana dan sangat mungkin dilaksanakan. Artinya, berbeda dengan pembelajaran seni teater yang membutuhkan tempat tersendiri, penataan artistik, lampu, dan lain sebagainya. Hal demikian, tidak heran jika di SMA sekalipun, seni budaya diajarkan dengan mata ajar seni musik. Penelitian tentang pembelajaran komposisi musik sekolah melalui pemanfatan perkakas tangan di SMKN 12 oleh Yudi Sukmayadi 2016 158-169 menunjukkan ketuntasan belajar siswa dengan nilai baik dan menambah semangat dalam belajar mata pelajaran sebagian besar siswa SD, SMP, SMA menyukai belajar seni budaya, namun dengan seni pilihan seperti musik, tari, seni rupa menggambar, dan teater. Bahkan di Taman Kanak-kanak sudah sangat lazim belajar dengan cara bermain melalui muatan seni budaya. Untuk hal itu, para pengajar/guru meyakini bahwa pendidikan seni secara historis telah ada sejak dulu di belahan bumi ini Respati, 2015 7 - 15.Beberapa literatur yang peneliti sajikan di atas, menunjukkan bagaimana simpulan-simpulan penelitian tentang pembelajaran seni budaya di sekolah begitu mengesankan bagi para siswa. Namun demikian sangat jarang dari materi seni budaya itu mengungkap pendidikan melalui seni teater. Harus diakui, untuk dapat menjalankan menyelenggarakan pembelajaran teater dibutuhkan instruktur atau guru. Guru atau instruktur seni teater setidaknya memiliki keterampilan tari, musik, dan menggambar karena teater adalah seni yang menyatukan seluruh unsur-unsur tersebut. Dari studi literatur, peneliti menangkap ada masalah dengan teater yang jarang diajarkan oleh guru-guru, baik TK, SD, SMP, maupun SMA. Peneliti mencoba mengadakan pe-lacakan tracer study kepada guru-guru TK taman kanak-kanak di kota/kabupaten di Jawa Barat, terutama Bandung dan Cirebon. Kegiatan ini dilakukan karena melihat gejala sosial budaya masyarakat yang semakin menjauh dari seni tradisinya. Selama studi pelacakan, peneliti menanyakan pada setiap guru TK mengenai keberadaan pengajaran seni bagi anak-anak prasekolah tersebut. 1126 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 6, Januari 2019, hlm 1124-1139Mereka memberikan jawaban yang sama, bahwa di TK diajarkan kesenian. Lebih lanjut, peneliti menanyakan juga tentang seni apa saja yang diajarkan pada anak-anak. Jawaban para guru tersebut sama, bahwa semua jenis kesenian diajarkan, mulai dari tari, musik, menggambar, dan seni peran teater. Peneliti semakin penasaran untuk menanyakan lebih lanjut, “mengapa semua jenis seni itu diajarkan di TK?” Mereka menjawabnya dengan esensi yang sama. Kurikulum TK lebih banyak diajarkan permainan, anak-anak prasekolah belajar dengan cara bermain-main, maka dengan kesenian anak-anak dirangsang daya kreatifnya. Sistem pendidikan melalui seni mem-butuhkan model dan pengembangan pem-belajaran yang menyenangkan. Cara ini dijawab oleh Denis Atkinson melalui bukunya, Art In Education Identity and Practice, bahwa pengajar seni harus melihat cara peserta didik mengeksplorasi dan mewakili pengalaman mereka melalui beragam praktik seni. Penilaian terhadap praktik-praktik seni yang dilakukan peserta didik harus didasarkan pada representasi signikasi dan maknanya dalam konteks pendidikan seni Atkinson, 2002 3.Berdasarkan pengamatan peneliti, bebe-rapa pelajar sekolah berlatih teater di ruang-ruang kosong kampus tempat penulis bekerja. Mereka datang berkelompok, dari sore hari setelah mereka pulang sekolah hingga menjelang malam dengan ekspresi yang gembira. Mereka terlihat sangat menikmati untuk berlatih teater dengan bimbingan seorang mahasiswa yang ada di perguruan tinggi seni tersebut. Dari pengamatan yang dilakukan, muncul pertanyaan dalam diri penulis, “apa yang menyebabkan para siswa itu bersemangat dan merasa senang ketika datang di kampus perguruan tinggi seni dan berlatih teater?” Apakah semangat dan rasa senang para siswa berlatih teater sebagai sebuah alienasi dari rutinitas belajar di sekolah yang formal? Atau mereka memiliki harapan dengan berlatih teater untuk dirinya kelak? Pertanyaan-pertanyaan penulis tersebut mungkin saja tidak tepat untuk menjustikasi para pelajar yang bersemangat untuk berlatih teater. Pengamatan-pengamatan dan wawan-cara yang dilakukan memunculkan ba-nyak pertanyaan bagi penulis terhadap keberadaan seni peran teater. Bidang teater yang selama ini dikesankan oleh masyarakat sebagai aktivitas “main-main”, bahkan tidak pernah menjadi prioritas dalam pendidikan, tetapi muncul dalam ruang-ruang pendidikan dan kehidupan generasi muda. Teater ada di sekolah-sekolah, sejak prasekolah hingga SMA, dan bahkan memiliki tempat tersendiri di perguruan tinggi dengan adanya jurusan teater seperti di perguruan tinggi seni di Indonesia. Untuk menjaga pendidikan teater ter-hadap kalangan muda usia 14-25 tahun, maka teater sebagai media komunikasi pendidikan harus menjaga keterbacaan literasi, kepercayaan, dan etika berteater. Hal ini diyakini bahwa teater sebagai peristiwa komunikasi yang terjadi di dalam benak para penonton termasuk peristiwa komunikasi bagi pelakunya. Artinya, teater sebagai studi budaya adalah ruang Jaeni. Teater sebagai Media... 1127pendidikan komprehensif tentang sikap dan kebiasaan khalayak, baik anak-anak maupun kalangan muda usia. Meminjam catatan John O’Toole, 2014 bahwa teater sebaiknya menawarkan wawasan unik oleh dan untuk para pembuat teater dan administrator, pendidik teater dan peneliti, sekolah, orang tua, guru, siswa, anggota penonton dari segala usia. Peneliti meyakini teater sebagai sebuah instrumen dalam kehidupan manusia, bahkan oleh Jaques, sorang tokoh dalam As You Like It karya Shakespeare mengatakan pertunjukan teater adalah kehidupan dan kehidupan adalah pertunjukan teater itu sendiri Leach, 2008 11. Jika teater itu adalah kehidupan, maka dalam ranah pendidikan, teater bisa jadi merupakan sebuah media sumber pengetahuan untuk kehidupan yang lebih baik bagi manusianya. Disinilah teater sebagai media komunikasi pendidikan sangat membutuhkan penge-tahu an. Meminjam ungkapan Doris B. Wallace dalam Education, Art, and Morality, pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan tentang mensintesis literatur penelitian yang ada, pengetahuan untuk membantu menentukan masa lalu dan berkontribusi untuk membentuk masa depan. Tidak kalah penting, dalam pendidikan teater adalah menjaga antara bidang teori dan praktik seni teater sebagai bentuk hubungan pendidikan yang hidup Wallace, 2004. Meminjam catatan Latifah Novitasari dkk. Novitasari, dkk., 2015 225-226 yang mengemukakan teori dramatism Kenneth Burke, sebagai perbandingan kehidupan dengan sebuah pertunjukan teatrikal, kehidupan membutuhkan adanya seorang aktor, sebuah adegan, beberapa alat untuk terjadi adegan itu, dan sebuah tujuan. Dengan demikian, pendidikan seni budaya, khususnya teater merupakan media komunikasi antarsesama dalam kelompok kehidupan sebagai sebuah pengalaman yang memberi kesempatan bagi peserta didik untuk menampilkan kualitas kepemimpinan budaya. Kurikulum sekolah di Indonesia, salah satunya menggarisbawahi seni termasuk seni teater sebagai sebuah ilmu’ yang dipelajari di jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Hal ini menjadikan seni harus diperlakukan sebagai sebuah objek yang dipikirkan, didiskusikan, dan dikupas melalui analisis berbagai perspektif. Ia tidak lagi memiliki kebebasan yang utuh untuk bersama-sama mendenisikan dirinya sendiri dan memberi makna terhadap segala fenomena bersama-sama dengan keutuhan sik dan psikis alami manusia Surtantini, 2015 70. Pada posisi demikian teater sebagai media komunikasi yang dalam perspektif komunikasi berfungsi sebagai instrumental penting untuk dikaji dan dipahami. Dengan demikian, tujuan dari penulisan ini adalah menunjukkan kaitan teater dengan dunia pendidikan, proses komunikasi seni teater sebagai media komunikasi, dan manfaat nilai seni teater sebagai media pendidikan di yang digunakan adalah kuali-tatif dengan pendekatan fenomenologi. Fenomenologi bukanlah suatu aliran atau 1128 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 6, Januari 2019, hlm 1124-1139doktrin, namun lebih tepat disebut sebagai metode yang berangkat dari suatu gerakan mencakup berbagai doktrin yang memiliki inti umum sebagai pemersatu berbagai sistem dan pembenar atas fenomenologi. Secara umum, penelitian ini menggunakan tiga pendekatan secara metodologis dalam fenomenologi Husserl. Pertama, reduksi eidetis, yaitu suatu tindak reduksional yang bertujuan mengungkap struktur dasar esensial eidos atau hakikat dari suatu fenomena asli. Kedua, reduksi fenomenologis, yaitu kelanjutan reduksi pertama yang ditujukan pada kesadaran subjek sebagai lapangan penghayatan lived experience, yang meliputi esensi tradisi, kepercayaan, asumsi, aksioma, atau hukum, norma-norma dan lain-lain. Ketiga, reduksi transendental, yaitu upaya pemberian makna atas subjek transendental sebagai sumber makna atas kesadaran kita sendiri Calhoun, dkk., 2007 32-42. Melalui fenomenologi Husserl, penelitian ini dipandu dengan fenomenologi Alfred Schultz. Husserl sebagai pendahulu Schultz memberikan pikiran losos, selanjutnya oleh Schultz diberikan arah metode untuk mendapatkan genuinity keaslian nilai dan makna atas fenomenologi yang terjadi pada masyarakat. Dalam peristiwa seni pertunjukan teater, fenomenologi Schultz mengajak untuk menemukan kembali local wisdom kearifan lokal pada suatu masyarakat yang menjadi subjek atas aktivitas-aktivitas kesadarannya, baik sosial, seni, dan budaya Jaeni, 2015 74-75.Berangkat dari metode penelitian fenomenologi yang telah disebutkan, penulis melakukan reduksi eidistis dan reduksi fenomenologis terhadap objek penelitian tentang teater sebagai media pendidikan di sekolah. Penelitian ini dilakukan dengan memaksimalkan observasi pada peristiwa teater yang dilakukan oleh siswa dan wawancara untuk mengungkap kesadaran subjekt tentang pengalaman hidup berteater dalam ruang pendidikan. Bentuk pengumpulan data melalui observasi dan wawancara tersebut menjadi bagian dari cara penulis untuk memahami tindakan, ucapan, dan interaksi dalam ruang teater sebagai media pendidikan. Melalui metode demikian, penulis mendapatkan pe-nge tahuan tentang terbentuknya dunia ke-seharian para siswa berteater lewat kesa-daran intersubjektif. Kesadaran demi kian, me rupakan konteks realitas yang dianggap sebagai intersubjektif, berbagi, dan bernegosiasi dalam interaksi sosial sebagai proses komunikasi dengan aktor komunikasi lainnya dalam teater melalui penyesuaian diri dengan tindakan orang lain Sulaeman, 2018 665 Vol 3, No 4.Penelitian dilakukan di beberapa sekolah dari TK, SD, SMP, dan SMA yang memiliki pembelajaran seni pertunjukan. Lokasi penelitian di sekolah-sekolah di Jawa Barat dengan mengambil dua daerah, yaitu Cirebon dan Bandung. Informan penelitian ini adalah guru-guru pembimbing teater di sekolah dan beberapa siswa yang secara purposive sampling dipilih oleh analisis data dilakukan melalui reduksi eidetis dan fenomenologis. Analisis melalui reduksi eidistis, yaitu peneliti mereduksi setiap kegiatan Jaeni. Teater sebagai Media... 1129pembelajaran teater para siswa guna mengungkap hakikat dari pembelajaran teater tersebut sebagai fenomena asli. Sementara analisis reduksi fenomenologis dilakukan penulis dengan mencocokkan data observasi dan wawancara untuk mendapatkan kesadaran terhadap seni teater sebagai lapangan penghayatan bagi para pelakunya. Seluruh kegiatan yang dilakukan penulis dituangkan dalam simpulan-simpulan sebagai rangkaian data yang orisinal dan dituliskan sebagai hasil kajian fenomenologi. Selanjutnya peneliti harus mengakhiri proses penelitian tersebut dengan menyimpulkan hasil melalui beberapa kategori teater sebagai media pendidikan bagi siswa-siswi dan PembahasanHasil dan pembahasan mengenai teater sebagai media pendidikan di sekolah yang akan penulis uraikan sebagai tujuan dari tulisan ini. Pertama, penelitian menunjukkan bagaimana keterkaitan teater dengan dunia pendidikan. Kedua, mengungkapkan ten-tang proses komunikasi seni teater se bagai media komunikasi pendidikan. Ketiga, menganalisis bagaimana nilai seni teater sebagai media pendidikan di sekolah bagi para pelakunya. Teater dan PendidikanPerjalanan teater dan dunia pendidikan seperti kelengkapan sosok manusia lahir. Seni teater dan pendidikan selalu beriringan sekalipun masyarakat belum mengenalnya bahwa teater bagian dari cara masyarakat dulu mendidik generasi penerusnya. Yakob Sumardjo menjelaskan, bahwaSebelum abad ke 20, Di Indonesia sudah mengenal drama-drama rakyat yang dituturkan atau dipentaskan di tempat-tempat terbuka seperti sawah, ladang, pekarangan rumah, tepi pantai, perempatan jalan, di tanah lapang, dan di halaman rumah. Cerita-cerita rakyat, legenda-legenda dan bahkan mitologi-mitologi adalah bagian yang tak terpisahkan dari pertunjukan saat itu. Melalui pertunjukan yang membawakan cerita rakyat, legenda atau mitos setempat itulah, pengetahuan disebarkan kepada masyarakat lingkungannya. Di Sumatera Barat, masyarakat setempat menikmati cerita Malim Kundang, batu putri menangis, siti nurbaya, danau maninjau, dll. Di Jawa Tengah, masyarakat menikmati cerita tentang roro jonggrang, rawa pening, jaka tarub, dll. Di Jawa Timur masyarakat menikmati cerita tentang sawunggaling, cindelaras, gunung kelud, gunung bromo, dll. Di Nusa Tenggara Barat, masyarakat bisa menikmati batu golog dan putri mandalika, dan masyarakat di Papua menikmati cerita tentang buaya ajaib, batu keramat, asal cendrawasih dll. Sumardjo, 1991 178. Bentuk-bentuk teater awal yang dituturkan tersebut dipraktikkan oleh guru-guru TK dan SD dalam proses pembelajarannya dengan sebuah dongeng. “Saya mengajarkan anak-anak dengan mendongeng, sebab anak-anak TK ini paling senang jika kami, guru-guru, mendongeng dan mengkisahkan cerita daerah ini” Wawancara dengan AN, guru TK Cirebon, 17 April 2018. Dongeng merupakan transformasi teks cerita yang dikembangkan dan diaplikasikan secara ekspresif hingga mampu meningkatkan kemampuan membaca apresiatif siswa Setiartin R, 2016 389-401. Dengan model pembelajaran transformasi teks cerita ter-sebut terdapat ruang pendidikan, tentang etika dan norma yang berlaku di lingkungan budaya masyarakat setempat. Model demikian menjadi pembelajaran kooperatif dan kolaboratif menggali informasi, menye-lesaikan masalah, berpikir kritis, dan me-ngem bangkan kreativitas Slavin, 2011 25. 1130 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 6, Januari 2019, hlm 1124-1139Pasca kemerdekaan Indonesia, teater semakin melembaga untuk membentuk institusi pendidikan tersendiri. Lembaga pendidikan teater dibentuk oleh orang-orang yang sebelumnya telah berkecimpung di dunia teater, sebut saja di Jakarta pada tahun 1955 muncul Akademi Teater Nasional Indonesia ATNI yang dimotori oleh Usmar Ismail dan Asrul Sani dan dilanjutkan aktor dan sutradara lulusan akademi tersebut, seperti Teguh Karya, Wahyu Sihombing, Tatiek Malyati, Pramana Padmadarmaya, Galib Husein, dan Kasim Achmad. Sementara di Yogyakarta pada tahun itu juga muncul institusi yang mempelajari teater seperti Akedemi Seni Drama dan Film ASDRAFI yang dipelopori oleh Harymawan dan Sri Murtono, dan di Solo pun didirikan pula institusi yang mengajarkan teater dengan membentuk Himpunan Seni Budaya Surakarta HBS.Teater sebagai media pendidikan masya-rakat lingkungannya terus berkembang sejak era teater penggemar maya tahun 1950-an. Warisan gerakan teater pada tahun 50-an tersebut berkembang hingga saat ini yang dijadikan sebagai media komunikasi mahasiswa dalam berekspresi di pendidikan tinggi dengan berdirinya unit-unit kegiatan teater mahasiswa di universitas-universitas di Indonesia. Selanjutnya, sejak munculnya eksponen 70 dalam seni teater, yang sebelumnya ada Jim Lim dan Suyatna Anirun STB, Akhudiat surabaya, dan WS. Rendra Bengkel Teater, disusul oleh Teguh Karya Teater Populer, D. Djajakusuma, Wahyu Sihombing, Pramana Padmodarmaya Teater Lembaga, Ikranegara Teater Saja, Danarto Teater Tanpa Penonton, Adi Kurdi Teater Hitam Putih. Arin C. Noor Teater Kecil, Putu Wijaya teater Mandiri, N. Riantiarno Teater Koma. Mereka adalah tokoh-tokoh yang menjadikan teater sebagai media pendidikan di ruang-ruang kelompoknya. Gerakan ini terus berkembang sejak tahun 80-an dengan mempertahankan ekspresi estetik dan artistiknya sebagai kemandirian gaya berteater sampai saat ini. Konsep dan gaya baru saling bermunculan. Meksipun seni teater konvensional tidak pernah mati tetapi teater eksperimental terus juga tumbuh. Semangat kolaboratif yang terkandung dalam seni teater dimanfaatkan secara optimal dengan menggandeng beragam unsur pertunjukan perjalanan teater yang telah diuraikan sebelumnya, teater dan pendidikan begitu erat kaitannya terutama dilakukan oleh guru-guru atau pembimbing-pembimbing teater di sekolah yang kreatif memberikan ruang belajar lain. Melalui penelitian ini terdapat kesepakatan para informan guru-guru yang menyatakan bahwa pendidikan melalui proses teater hingga pertunjukannya sangat penting bagi ruang di luar rutinitas belajar siswa. “Adanya latihan teater, apalagi sampai pertunjukan membuat anak didik menjadi lebih bersemangat ke sekolah” wawancara dengan guru SD AB, Cirebon, 3 Februari 2018.Teater memang jarang dikenal oleh beberapa sekolah, paling tidak istilah “drama” lebih dikenal oleh guru-guru yang ada di daerah bukan perkotaan. Berbeda dengan sekolah-sekolah yang ada di kota kabupaten atau kecamatan, istilah teater mereka dapat kenali. Jaeni. Teater sebagai Media... 1131“Kenal dengan teater atau drama, tapi belum paham betul perbedaannya. Namun kami di sini ada kelas untuk mengajarkan siswa pada drama dengan berlatih bermain peran ketika ada mata pelajaran bahasa Indonesia” Wawancara dengan Guru SMPN Gempol Cirebon, 14 maret 2018. Mereka membuka ruang pratik bermain drama yang juga mereka pahami sebagai bermain teater. Pendidikan melalui bermain peran ini dapat mengidentikasi keberanian siswa untuk tampil di depan publik. Mereka berekspresi, mengemukakan imajinasinya, dan mencoba untuk mengeksplorasi gagasan lugu yang mereka jelajah ekspresi teater abad ke-21 saat ini menjadi semakin luas untuk menunjukkan bahwa teater adalah bagian dari cara orang berkomunikasi, termasuk di dalamya teater menjadi bagian dari media komunikasi untuk pendidikan. Teater sebagai media komunikasi pendidikan dapat dijadikan literasi dalam memahami, mengenali, dan menafsirkan simbol-simbol teatrikal di berbagai tingkatan intelektual Reason, 2010 86. Beberapa siswa begitu ceria melakukan latihan-latihan teater melalui menari dan menyanyi, karena dengan latihan seperti itu mereka mencoba memahami, mengenali, dan menafsirkan secara sederhana gerak-gerak simbol yang mereka prinsipnya, para pengajar setuju bahwa teater dan pendidikan merupakan kegiatan yang sinergis. Bahkan guru-guru yang mampu berteater atau bermain peran sebagai pendidik akan lebih dikenal dan disukai oleh siswa. Cara mengajar dengan bermain peran atau berteater pun dipakai dalam mengajar bidang studi atau mata pelajaran sejarah IPS dan mata pelajaran Sebagai Media Komunikasi PendidikanPengetahuan lokal atau biasa disebut kearifan lokal telah ada dalam kehidupan masyarakat sejak jaman dahulu mulai dari prasejarah hingga sekarang ini. Pengajaran kearifan lokal tersebut bisa melalui pendidikan formal dan non formal. Catatan ini merupakan awal bagaimana seni teater menjadi media komunikasi pendidikan tentang pengetahuan lokal, seperti yang tertulis 1. Latihan seni gerak anak-anak SDN Cupang Cirebon Sumber Data peneliti 2018 1132 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 6, Januari 2019, hlm 1124-1139Kearifan lokal dalam ranah pendidikan merupakan perilaku positif manusia dalam berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya yang dapat bersumber dari nilai agama, adat istiadat, petuah leluhur atau nilai-nilai budaya setempat yang terbangun secara alamiah dalam suatu komunitas untuk beradaptasi dengan lingkungan disekitarnya Jaeni dalam MUDRA, 2017 3. Komunikasi seni pertunjukan teater memiliki pola sebagai media komunikasi pendidikan budaya dan lingkungannya. Pola komunikasi pertunjukan teater demikian pada dasarnya memiliki pola interaktif dengan masyarakat lingkungan yang ingin melibatkan diri dengan cara menonton, mengapresiasi, mengamati, menginterpretasi, dan mengkritisi. Interaksi dalam pertunjukan teater lebih dipandang sebagai interaksi simbolik, yaitu sebagai suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia dengan cara berkomunikasi atau proses pertukaran simbol yang diberi makna Mulyana, 200268. Guru-guru SMA di Jawa Barat yang memberikan ekstrakurikuler teater mengajarkan simbol-simbol yang berinteraksi dalam pertunjukan teater sebagai teks yang dikomposisikan dalam pertunjukan composition in performance. Gagasan para guru pembimbing teater tersebut dilatihkan kepada para siswa dalam beberapa bulan hingga menjadi pertunjukan sebagai bagian dari pendidikan siswanya. Model teater sebagai media pendidikan ini dicontohkan oleh SMA yang ada di Bandung dengan menampilkan teater di hadapan publik mereka. Melalui pertunjukan teater demikian, para siswa dirangsang kreativitasnya untuk mengekspresikan diri melalui aturan-aturan main pertunjukan. Ada kebanggaan siswa dapat ditonton kerabat dan keluarganya, sekaligus menjadi pembuktian diri tampil dengan penuh percaya diri di hadapan publik. Sebagai media komunikasi, teater yang ditampilkan para siswa menjadi bagian dari cara berkomunikasi secara verbal maupun non verbal. Bentuk-bentuk komunikasi seperti dalam pertunjukan teater tersebut oleh Koster diartikan sebagai komposisi komunikasi dengan model komunikasi teks tradisi lisan sebagai berikut Gambar 3.Gambar 2. Pertunjukan teater lakon “Si Jalak Harupat”. sutradara Tatang Sabyan. Dimainkan oleh beberapa siswa SMA di Bandung 2018 sumber toneel Bandung, 2018. Doc, Giri Mustika Jaeni. Teater sebagai Media... 1133Penelusuran lebih lanjut tentang teater sebagai media komunikasi pendidikan menunjukkan bahwa prinsip dasar per-tunjukan teater adalah komunikasi sim-bolik. Teater merupakan lingkungan sim-bolik Kuntowijoyo, 1987 66 yang merepresentasikan makna dan nilai dalam kehidupan sehari-hari seperti kata, bahasa, mite, nyanyian, seni, upacara, tingkah laku, benda-benda, konsep-konsep dan sebagainya Mursito, 1997. Beberapa guru dan siswa di TK, SD, SMP, dan SMA di Jawa Barat memakai bentuk “teater” sebagai media komunikasi pendidikan yang syarat dengan atmosr akademik positif. Hubungan antara guru dan siswa atau siswa dengan siswa men-jadi akrab sebagai bagian dari komunikasi insan di sekolah mereka. Para guru dan siswa yang terlibat dalam proses teater lebih membaca komunikasi seni teater sebagai peningkatan kualitas hubungan antara peserta yang terlibat. Penekanan adanya makna dan nilai pada suatu pesan berteater, dari proses hingga pertunjukan menunjukkan nilai-nilai seni yang membuat sebuah relasi, yaitu relasi nilai-nilai. Teater sebagai media komunikasi terdapat dua nilai, yaitu nilai kualitas dan nilai ideal. Nilai kualitas adalah nilai yang dimiliki peserta komunikasi seni dalam hal ini adalah guru, siswa, dan publiknya. Mereka berkomunikasi yang dimediasi oleh pertunjukan teater berdasarkan pengalaman dan perasaan peserta komunikasi seni pelaku dan publik seni. Nilai ideal dalam komunikasi seni adalah nilai yang berkaitan dengan simbol-simbol keseharian dan bersinggungan dengan masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, politik, hukum, budaya, lingkungan, sosial, keagamaan, dan sebagainya. Berikut adalah model komunikasi seni teater yang dapat mewakili arah untuk mendapat pemahaman terhadap teater sebagai media komunikasi dengan penelitian yang penulis lakukan, yaitu teater sebagai media komunikasi pendidikan melingkupi proses perwujudan dan pertunjukannya dapat dipahami sebagai sebuah lingkaran relasi nilai, kecocokan nilai, yang dipahami bersama oleh peserta komunikasi yang terdiri atas pelaku dan publik seni Jaeni, 201631. Relasi nilai-nilai dimaksud adalah nilai sosial budaya yang di dalamnya terdapat nilai-nilai dengan simbol keseharian seperti pendidikan. Gambar 3. Model Komunikasi dalam Pertunjukan tradisiLisanSumber Koster dalam Pudentia 1998Gambar 3. Model Komunikasi dalam Pertunjukan tradisiLisan Sumber Koster dalam Pudentia 1998 Dunia Nyata Pencipta/Seniman Pelaku Seni Teks atau PertunjukanPenonton/ Penikmat Seni 1134 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 6, Januari 2019, hlm 1124-1139Berbekal model komunikasi teater seperti di atas, pendidikan melalui teater akan menilai sebuah kehidupan secara lebih bijak. Tidak ada justikasi “salah-benar” dari para siswa dan guru, namun lebih pada “baik-buruk” tentang nilai-nilai yang direlasikannya dalam konteks pendidikan untuk menunjukkan adanya makna pertukaran makna. Artinya, siswa diajarkan oleh proses berteater untuk tidak mudah menyatakan salah dan benar.“Siswa lebih baik melihat dan menyatakan apa yang terjadi dihadapannya dengan baik atau buruk” Wawancara dengan guru ABI, Bandung, 7 April 2018. Tidak menjadi hakim bagi para siswa terhadap fenomena yang ada dihadapannya akan lebih baik sebagai bagian dari pengetahuan lokal para leluhur yang oleh media teater Komunikasi Seni Teater dalam Pendi-dikanTeater sebagai media komunikasi pendidikan berisikan nilai yang dapat diambil oleh para siswa sekolah di Jawa Barat Cirebon dan Bandung sebagai peserta komunikasi seni tersebut. Seperti pengalaman Ade Syarif dan Ujang siswa SMA Negeri 1 Baleendah, Bandung, menuturkan pengalamannya, bahwa “Berteater itu mengubah pandangan intrapersonal dan interpersonal” wawancara di Bandung, 28 April 2018.Teater seperti laboratorium untuk meng-ubah aktor individual dan ansambel menjadi pengamat kehidupan yang tajam. Siswa yang terbiasa dengan dunia peran seperti berteater akan memiliki akses terhadap imajinasi kreatif, gerakan, perasaan, penga-laman masa lalu, dan proyeksi masa depan. Sebagaimana Stefhani Woodson mengatakan bahwa ada fungsi teater dalam pendidikan yang secara losos dan praktis bagi remaja untuk membuka ruang ketiga dari teater itu sendiri dalam hal pengembangan aset, teknik dialog deliberatif, dan kerangka untuk membangun hubungan masyarakat yang kuat dalam pengembangan budaya masyarakat terkini Woodson, 2015. Oleh karena pengalaman berteater bagi anak-anak usia SMA begitu menyenangkan, maka tidak mengherankan jika siswa menjadi senang Gambar 4. Model komunikasi seni teaterSumber Jaeni 2012 Jaeni. Teater sebagai Media... 1135bergaul dengan sesamanya membentuk organisasi hingga lintas sekolah teater dalam ranah pendidikan, kiranya dapat mengambil intisari dari sebuah tulisan tentang Contemporary Theatre in Education Wooster, 20072 menyatakan bahwa posisi teater dalam pendidikan yang dikembangkan sebagai hibrida dari arus informasi teatrikal dan pendidikan baru harus diciptakan melalui pendekatan anak-anak untuk belajar dalam konteks teatrikal. Kekhasan teater dalam pendidikan adalah pembelajaran yang berpusat pada anak, penggunaan permainan, dan belajar sambil berbuat. Hal demikian, dapat dilihat dari ekspresi anak-anak ketika ia menjadi bagian dari proses hal-hal tentang teater dalam ranah pendidikan seperti yang telah disampaikan sebelumnya, maka teater sebagai media komunikasi dalam pendidikan menjadi sebuah instrumen untuk mempertajam kreativitas otak dan memberikan keseimbangan ideal dalam pola belajar. Di Bishop Tyrrell, sebuah lembaga pendidikan para uskup, teater menjadi sebuah media komunikasi pendidikan untuk mendapatkan pengetahuan yang menyeluruh Teater sebagai media komunikasi pendidikan penting untuk menstimulasi nilai kreativitas dalam mencari solusi permasalahan. Eksplorasi dramatis dalam teater dapat memberi para siswa jalan keluar bagi emosi, pikiran, dan impian yang mungkin tidak mereka inginkan untuk diungkapkan. Pengalaman seorang siswa yang belajar teater dapat menjadi sosok lain, mengeksplorasi peran baru, mencoba dan bereksperimen dengan berbagai pilihan dan solusi pribadi untuk masalah yang sangat nyata - masalah dari kehidupan mereka sendiri, atau masalah yang dihadapi oleh karakter dalam sastra atau tokoh sejarah. Teater sebagai media komunikasi dalam pendidikan mendorong siswa/ pelajar untuk berkomunikasi dan memahami orang lain dengan cara baru. Pada sisi lain, teater memberikan pelatihan aspek-aspek komunikasi praktis yang sangat penting di dunia yang semakin berpusat pada informasi ini, seperti bicara di depan publik atau Gambar 5. Ekspresi anak dalam teater cerita fabel, siswa TK Islam Al Ikhlas, Gempol, Cirebpn, Januari 2018 sumber TK Islam Al-Ikhlas, Doc. Sri Ani 1136 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 6, Januari 2019, hlm 1124-1139lebih persuasif berkomunikasi, baik tertulis maupun lisan. Dari penelitian ini, siswa yang mengikuti ekstrakurikuler teater lebih mampu menempatkan diri mereka pada kelompok orang lain, belajar tentang kontrol diri dan disiplin, bekerjasama, dan mampu mendengarkan dan menerima sudut pandang dan kontribusi orang lain. Pendidikan yang dimediasi melalui teater akan membantu siswa mengembangkan toleransi dan empati. Agar bisa memainkan peran secara kompeten, aktor harus bisa sepenuhnya menghuni jiwa orang lain. Seorang aktor harus bisa benar-benar mengerti bagaimana dunia melihat melalui mata orang lain. Ini tidak berarti para siswa harus setuju dengan setiap karakter. Seorang siswa yang dalam pelajaran IPS memainkan tokoh PKI, ia bisa memainkan Muso atau Aidit tanpa menjadi seorang Komunis. Tapi dia tidak bisa memainkan Muso atau Aidit tanpa memahami sudut pandangnya, tanpa empati. Dalam budaya yang semakin terpolarisasi dan tidak toleran saat ini, kemampuan untuk memahami motif dan pilihan orang lain sangat penting. Teater dapat membantu membangun warga global yang bertanggung jawab dengan menjunjung tinggi toleransi. Hal demikian sangat memungkin bagi teater sebagai media komunikasi pendidikan, yang menurut Landy 1982 136-137 “Memiliki basis teori yang berkisar pada perspektif psikoanalisis hingga antropologis, behavioris, dan kognitif.”Teater di sekolah-sekolah di Jawa Barat merupakan kegiatan ekstrakurikulir yang dilakukan melalui cara-cara pelatihan dan pendidikan seni akting. Nilai manfaat pembelajaran seni teater meliputi tiga unsur, yaitu sik, sosial, dan emosional. Manfaat pendidikan seni teater dari unsur sik yang pasti adalah kesehatan sik anak didik itu sendiri. Kesehatan sik ini dapat dilihat ketika proses teater dilakukan dan pada saat pertunjukan. Para guru merasakan betul ketika kegiatan ekstrakurikuler teater dilakukan dengan berbagai latihan seni pertunjukan maka ada peningkatan eksibilitas, koordinasi, keseimbangan, dan kontrol dari siswa yang manfaat unsur sosial meliputi percaya diri, kerjasama, dan kemampuan berkomunikasi. Aspek percaya diri pada pendidikan seni teater terutama pada bagaimana siswa dapat berimprovisasi. Mereka akan dapat menilai situasi, berpikir keluar dan lebih percaya diri dalam situasi yang tidak biasa. Siswa belajar mempercayai gagasan dan kemampuan mereka. Keyakinan yang diperoleh dari belajar keterampilan seni teater berlaku tidak hanya untuk siswa sekolah saja, tetapi para guru yang melatih pun dapat pijakan untuk berkarir dan aspek kerjasama, seni teater yang diajarkan membutuhkan kolaborasi dari berbagai pemain dan dalam banyak kasus kualitas ketergantungan kinerja pada kinerja ensemble. Menggabungkan gagasan kreatif dan kemampuan semua peserta didik diperlukan untuk hasil terbaik. Ini mengharuskan semua pihak untuk terlibat dalam diskusi, umpan balik, latihan, dan pertunjukan. Selanjutnya, pada aspek kemampuan berkomunikasi, tampaknya Jaeni. Teater sebagai Media... 1137jelas bahwa seni teater meningkatkan komunikasi verbal dan nonverbal, namun perlu dikatakan bahwa ini memberi manfaat bagi para siswa sekolah melalui kehidupan mereka dengan meningkatnya proyeksi vokal, artikulasi, nada bicara, ekspresi, dan mengembangkan keterampilan mendengar dan manfaat dari unsur emosional dalam pembelajaran seni teater sebagai media pendidikan meliputi aspek imajinasi, empati, konsentrasi, menyenangkan, outlet emosional, ingatan, apresiasi untuk seni dan budaya. Para siswa menjadi kreatif dan belajar untuk membuat pilihan kreatif membantu siswa untuk lebih baik dalam memikirkan gagasan baru, yang memungkinkan mereka melihat dunia di sekitar mereka dengan cara baru. Nilai empati menjadikan siswa memahami karakter, peran dan subteks drama dan musikal yang memungkinkan siswa untuk berhubungan lebih baik dengan situasi, latar belakang, dan budaya yang konsentrasi dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilan siswa untuk bisa memusatkan pikiran, tubuh, dan suara. Berlatih teater juga dapat menyenangkan dan dapat mengurangi stress para pelajar. Sementara sebagai outlet emosional, permainan akting dan dramatis memungkinkan siswa mengekspresikan berbagai emosi dan mendorong mereka untuk memahami dan menangani perasaan serupa yang mungkin mereka alami. Pada sisi lain, berteater juga akan melatih dan meningkatkan daya ingat karena ada gerak dan olah seni. Teater yang mendidik dalam perspektif komunikasi seni adalah teater yang dihasilkan oleh kreator yang berusaha mendidik melalui indera, perasaan, intuisi, dan intelektualnya. Untuk hal demikian, para pembimbing teater di sekolah-sekolah di Jawa Barat berkomitmen untuk menciptakan teater yang menginstruksikan melalui hiburan atau hiburan melalui pengajaran bagi para siswanya. Teater bagi para guru dan siswanya yang terlibat merupakan dialektika instruksional, meminjam interpretasi puitis Jonathan Levy Landy, 1982 220 dikatakan bahwa “Ketika teater itu baik, ia akan mengajar, dengan cara yang mendalam. Teater akan mengajarkan cara King Lear mengajar, atau The Cherry Orchard mengajarkan, hanya dengan menjadi; yang tentunya adalah apa yang pantas bagi anak kita - penyajian kembali pengalaman manusia yang kuat, diklarikasi dan diintensifkan, seperti sinar matahari melalui kaca yang menyala.”SimpulanTeater sebagai seni pertunjukan secara hakiki adalah media komunikasi. Sejak awal munculnya teater menjadi bagian dari sebuah media yang mengkomunikasikan berbagai hal dalam sebuah kehidupan melalui nilai-nilai seni yang pada derajat tertentu tidak dapat diukur dengan “salah dan benar”, tetapi diukur dengan baik dan buruk sebagai sebuah nilai dalam konteks sosial budaya tertentu. Pada derajat yang lain, teater dapat menjadi media komunikasi dalam pendidikan yang memiliki fungsi secara instrumental, baik bagi pelaku maupun publik teater sebagai oasis pengetahuan. Teater menjadi sebuah instrumen untuk mempertajam kreativitas otak dan memberikan keseimbangan ideal dalam pola belajar, untuk mendapatkan pengetahuan 1138 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 6, Januari 2019, hlm 1124-1139yang menyeluruh, dan dapat mengembangkan kepercayaan diri, kreativitas dan kemampuan berkomunikasi mereka. Substansi penelitian ini adalah ingin mengajak pembaca dan seluruh pihak yang berkepentingan dalam bidang pendidikan dinas dan guru seyogyanya dapat memahami teater sebagai sebuah institusi. Teater merupakan media dan bagian dari proses komunikasi dalam mengekplorasi pengetahuan, bertukar pengetahuan, dan memanfaatkan pengetahuan yang didapatkannya. Keahlian teater bagi guru dapat memberikan cara mendidik yang lebih PustakaAtkinson, Dennis.2002. Art In Education Identity and Practice, Kluwer Academic Publishers Department of Educational Studies, Goldmiths University of London, Mursito, BM. 1997. Budaya Televisi dan Determinisme Simbolik. Jurnal ISKI. Volume Bishop Tyrrell, 2016. The impotance of drama and performing art, Craig, ed. 2007. Contemporary Sociological Theory. 2012. “ Komunikasi Estetik dalam Seni Pertunjukan Teater Rakyat Sandiwara Cirebon”. Jurnal Seni Budaya PANGGUNG. Vol. 22 no 2. 2012, p. 160. Bandung Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat LPPM STSI Bandung. Jaeni. 2015. Metode Penelitian Seni Subjektif – Interpretif Pengkajian dan Kekaryaan Seni. Bandung Sunan Ambu STSI PressJaeni. 2016. Komunikasi Seni Konstruksi Sosial Budaya Melalui Teater Modern Indonesia, Bandung Sunan Ambu Pres. Jaeni. 2017. “Nilai-Nilai Pengetahuan Lo-kal Pembentuk Karakter Bangsa Da-lam Sandiwara Cirebon, Jawa Barat”. Jur nal seni Budaya MUDRA. LP2M ISI Denpasar – Bali. Volume. 32, No. 1 hal. 332 Kuntowijoyo. 1987 Budaya Dan Masyarakat, Yogyakarta Tiara Robert J. 1982. Handbook of educational drama and theatre, Westport, Connecticut, London, England Greenwood PressLeach, Robert. 2008. Theater studies, The Basic. Routledge Madison Ave, NewYorkMPSS, Pudentia ed. 1998. Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan Asosiasi Tradisi Deddy 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung Latifah, dkk. 2015 “Pentad Analisis Pada Film Legend Of The Guardians”, Jurnal Komunikasi ASPIKOM, Volume 2 Nomor 4, Januari 2015, hlm 224-234O’Toole, John. 2014. Young Audience, Theatre in cultural conversation, Dordrecht Heidelberg New York London Springer Prusdianto 2016. “Pendidikan Seni Teater; Sekolah, Teater Dan Pendidiknya”, Tanra, Jurnal desain komunikasi visual Fakultas Seni dan Desain, Universitas Negeri Makasar. volume 3, nomor 3 – p. 27- Matthew. 2010. The Young Audience Exploring and Enhancing Children’s Experiences of Theatre, Sterling, USA Trentham Books Stoke on Trent. Jaeni. Teater sebagai Media... 1139Respati, Resa 2015 “Esensi Pendidikan Seni Musik Untuk Anak”, Jurnal Saung Guru. Vol VII No. 2 Agustus 2015, hal. 1 – 17Slavin, Robert E. 2011. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jilid 2. Terjemahan. Jakarta PT R., Titin. 2016. “Transformasi Teks Cerita Rakyat Ke Dalam Bentuk Cerita Bergambar Sebagai Model Pembelajaran Membaca Apresiatif”. Jurnal Litera. Volume 15, Nomor 2, Oktober 2016, P. Yudi 2016 “Pembelajaran Komposisi Musik Sekolah Melalui Pemanfaatan Perkakas Tangan” Jurnal Resital, Fakultas seni pertunjukan ISI Yogyakarta Vol. 17 No. 3, Desember 2016. Hal 158-169Sulaeman. 2017. “Dramaturgi Penyandang Oligodaktili” Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 4, Januari 2018, hlm 662-674Sumardjo, Yakob 1992. Perkembangan Teater Modern dan Sastra Drama Indonesia, cetakan 1, Bandung Citra Aditya Rin 2015. “Pembelajaran Seni Bahasa dalam Konteks Lintas Kurikulum melalui Drama”, Jurnal Kajian Seni, VOLUME 02, No. 01, November 2015, hal. 68-77Wallace, Doris B. Ed. 2004. Education, Arts, And Morality Creative Journeys, Cooperation With Publications For The Advancement Of Theory And History In Psychology PathNew York Kluwer Academic Stephani Etheridge. 2015.Theatre for Youth Third Space Performance, Demo-cracy, and Community Cultural Deve lop-ment, UK / Chicago, USA intellect 2007. Contemporary Theatre in Education, Chicago USA Intellect dan Udi Utomo, 2018. “Pengem-bangan Materi Ajar Seni Budaya Sub Materi Musik pada Sekolah Umum Jen-jang Pendidikan Dasar”. Jurnal Resi-tal, Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Yogyakarta Vol. 17, No. 2, Agustus 2018, hal. 87-97 ... Sutradara dan aktor adalah satu mata rantai yang saling membutuhkan. Jika rantainya putus, maka Jaeni, 2019Jaeni, , h. 1125. Ada sebagian aktor yang dibentuk atas kompetisi ataupun seleksi ajang dan bakat dengan modal penampilan secara fisik. ...... Idealnya, aktor tercipta karena adanya proses pendidikan secara formal di sekolah seni ataupun lembaga nonformal seperti teater Jaeni, 2019Jaeni, , h. 1127 Niaga, 2014, h. 53-57. ...Dasrun HidayatLeili Kurnia GustiniHandhika Perdhana PutraRelasi antarpribadi dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, tidak terkecuali dalam kegiatan seni peran. Sutradara berupaya membangun relasi dengan para aktornya. Persoalan di lapangan memperlihatkan bahwa kualitas seni peran kurang maksimal karena buruknya relasi antarpribadi. Pendekatan komunikasi dalam menciptakan seni peran yang baik diperlukan. Ketepatan komunikasi dapat diukur melalui relasi antarpribadi sutradara dan aktor. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan wawancara dengan melibatkan sutradara dan aktor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya relasi antarpribadi sutradara dan aktor di dalam Teater Koma menggunakan prinsip kekeluargaan dengan menekankan pada aspek kesetaraan dan sikap suportif.... Before the 20th century, Indonesian was familiar with folk dramas which were told or performed in open places such as rice fields, fields, yards, beaches, crossroads, in fields, and in the yard [10]. ...... Eksplorasi dramatis dalam teater dapat memberi para siswa jalan keluar bagi emosi, pikiran, dan impian yang mungkin tidak mereka inginkan untuk diungkapkan. Pengalaman seorang siswa yang belajar teater dapat menjadi sosok lain, mengeksplorasi peran baru, mencoba dan bereksperimen dengan berbagai pilihan dan solusi pribadi untuk masalah yang sangat nyata-masalah dari kehidupan mereka sendiri, atau masalah yang dihadapi oleh karakter dalam sastra atau tokoh sejarah Jaeni, 2019Jaeni, , hlm. 1131. ... I Gusti Ayu Agung Mas TriadnyaniMaria Maltidis BandaI Ketut NamaAbstrak Komunitas sastra merupakan salah satu ujung tombak bagi tumbuh dan berkembangnya kesusastraan di suatu wilayah, termasuk Bali. Di dalam komunitas sastra tersebut dilakukan berbagai aktivitas, seperti diskusi sastra baik cerpen, novel, puisi, maupun drama, peluncuran buku sastra, pembacaan puisi, musikalisasi puisi, pertunjukan teater, dan berbagai lomba. Komunitas sastra berperan menjaga iklim yang sehat dan kondusif bagi terciptanya kreativitas. Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan pentingnya kehadiran komunitas sastra yang marak bermunculan di berbagai daerah di Bali. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan metode deskriptif-analitik. Dalam pengumpulan data digunakan teknik kuesioner dan teknik wawancara. Berdasarkan penelitian ini, diperoleh sejumlah informasi mengenai berbagai aspek terkait komunitas sastra, seperti karakteristik pendukung komunitas sastra dan aktivitas yang mereka lakukan. Kata kunci komunitas sastra, karakteristik, kreativitas Abstract The existence of a literary community marks the growth and development of Indonesian literature in a region, such as Bali. In the literary community, various activities are carried out, such as book discussions novels, poetry, and drama, publishing literary books, poetry reading, poetry musicals, theater performances, as well as various competitions. The literary community plays a role in maintaining a healthy and conducive climate for the creation of creativity. This research aims to show the importance of the presence of a literary community that is rife in various regions of Bali. To achieve these objectives, descriptive-analytic methods were used with interview techniques and questionnaire. Based on this research, obtained a number of information about various aspects related to the literary community and the activities they did. Keywords literary community, characteristic, creativityVarious ways used to express ideas, feelings, and opinions. Art is one of the most effective modes to convey emotions. Playback theatre by combining artistic relation and social relation becomes a method applied. Playback theatre concerns with the telling process. Pre-test and post-test were conducted to identify the previous knowledge of the participants before providing materials and to recognize the knowledge after the activity. The empowerment activity results show that playback theatre has a positive impact on the participants to reduce nervously and it establishes chemistry between actors and music players so that the performance could be satisfied and better. It is expected that other lecturers or researchers implement and develop the playback theatre method to decrease tension and nervousness in playing roles as actors. Alfiera Rizki RachmaniAdinda Bentang ChaerunisaChadine Ranggawati LaisYulia Anggrainip>Pentingnya sebuah informasi, membutuhkan sebuah alat komunikasi yang pas untuk mengkomunikasikan informasi tersebut kepada para pihak yang memang membutuhkan. Dalam penelitian ini, informasi mengenai pelaporan keuangan diperlukan bagi para istakeholderi. Dalam proses transfer informasi, dibutuhkan alat yang tepat untuk mengolah data yang nantinya akan menghasilkan sebuah informasi. Mengkomunikasikan informasi menggunakan alat Sistem Informasi Akuntansi sangat diperlukan dewasa ini. Untuk itu, tujuan penulis adalah ingin meneliti suatu alat komunikasi yang pas dalam pelaporan laporan keuangan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan melakukan observasi terhadap perusahaan yang menggunakan sistem informasi dalam melakukan proses pengolahan data. Hasil dari penelitian ini adalah Sistem Informasi Akuntansi merupakan hal yang penting untuk mengkomunikasikan sebuah informasi terutama yang dibutuhkan oleh para manajer di suatu perusahaan disesuaikan dengan departmentnya masing-masing. kegiatan mengeksplorasi kreativitas seni di dalam tari disebut sebagai